Monday 29 September 2014

JAKARTA REPOSE PROJECT #5

No comments:
 



  NAMA      : SHARON NATALIA
  UMUR      : 20 TAHUN
  DOMISILI : JAKARTA PUSAT
  PEKERJAAN : MAHASISWI &      OFFICER+PENYIAR RADIO





"Mungkin karna Korean Wave yang ngebuat gue Fan-Girling itu satu hal yang ngebuat gue bahagia dan bisa ngebuat gue lupa sama yang namanya kampus, radio."


Sharon Natalia, merupakan seorang mahasiswi di salah satu universitas di Jakarta. Sudah kurang lebih satu tahun ia bekerja sampingan di sebuah stasiun radio yang berada di kampusnya. Walaupun bekerja di radio hanya kerjaan sampingan, namun cukup menyita banyak waktu yang dimiliki perempuan berumur 20 tahun ini. Ia bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, yang artinya ia jarang mendapatkan hari libur. Itu adalah resiko yang harus ia terima ketika ia memilih untuk bekerja di tempat tersebut, pasalnya, ia bukan hanya sebagai penyiar, namun juga officer dari stasiun radio kampusnya tersebut. “Sebenernya dibilang capek, capek banget. Makanya gue kalo jenuh, gue menyempatkan diri  untuk sekedar mampir ke CityWalk”. Dalam seminggu, ia bisa kurang lebih dua kali pergi dan menghabiskan waktu di mall tersebut. Karena ia menyadari betapa sempitnya waktu luang yang ia miliki, maka ia memanfaatkan waktu yang ada untuk sekedar melepas lelah di tempat terdekat. Sebenarnya ia merasa bosan pergi ke tempat yang sama dengan frekuensi yang sangat sering, namun ketika ditanya alasannya, Sharon menjawab, “gue ga punya pilihan. Kalo gue misalnya mau mencari sedikit kesegaran, untuk otak gue, gue cuma bisa kesitu doang, yang deket dari kampus”. Kegiatan yang dilakukannya dalam mall itu juga tidak banyak, “kalo CityWalk karna isinya Cuma makanan, gua Cuma makan aja sih, Cuma kayak paling ke J.Co, beli kopi, diem, sama temen gue paling curhat-curhat, atau sekedar ngerjain sesuatu”. 

Walaupun waktu luang yang ia miliki hanya sedikit, namun ia sangat menyadari bahwa waktu luang sangat penting, terutama bagi dirinya, ”kalo menurut gue, pentingsih, karna pasti dengan daily activities lo yang terus-terusan berulang itu dan sama, kayak kuliah-radio, kuliah-radio, kuliah-radio, pasti lo capek. Dan lo suatu hari pasti akan ngerasa jenuh dan butuh rehat sejenak, gitu”. Bahkan, ia tidak segan-segan untuk pergi sendiri ke mall dekat kampusnya itu hanya untuk sekedar menyegarkan kembali pikirannya saat itu, “waktu itu gue ngannntukkk banget, dan gue capek, penat, gamau radio, gue akhirnya ke CityWalk sendirian. Itu bela-belain, panas-panasan, jalan kaki, bener-bener sendirian,  makan donat gratis sendirian, yaudah minum sendirian”, “tapi itu bener-bener ngebantu gue, pas gue nyampe kampus, udah ‘hai apakabar!’, udah seneng lagi, gitu sih”. Dari pernyataannya tersebut, kita bisa mengetahui, betapa dirinya sangat bergantung pada mall, bagaimana mall bisa memberikan pengaruh dalam perubahan mood bagi Sharon. Dan ternyata, bukan hanya ketika waktu luang sempit ia pergi ke mall, namun ketika pada hari libur yang ia miliki, dirinya dan teman-temannya akan memilih untuk pergi ke mall, seakan-akan dirinya tidak bisa terlepas dari mall.

Tentu saja hal tersebut memberikan keheranan bagi beberapa orang dari kita, terutama mereka yang jarang menghabiskan waktu luangnya di mall. Setiap orang pasti memiliki alasannya masing-masing atas keterkaitan dirinya dengan mall, namun,ketika mencoba menggali lebih dalam mengenai alasan ia memilih mall dibandingkat tempat wisata lain adalah karena pengaruh teman-temannya,“mungkin karna lingkungan gue kali ya”. Karena waktu luang yang ia miliki kebanyakan dihabiskan bersama teman-temannya, maka ia harus mengikuti perilaku dan keinginan kebanyakan dari temannya, “lingkungan gue tuh lingkungan anak-anak yang gamau panas, dan gamau ribet gitu, kan kalo misalkan elo, mmm, ke taman, berarti kan lo harus bener-bener prepare ya, kayak, eee…mungkin sunblock kalo panas gitu kan, kayak mungkin kacamata hitam. Sedangkan temen-temen gue tuh lebih suka nongkrongnya ke mall, dimana mungkin mereka bisa ngeliat-liat baju, atau sekedar mungkin jalan-jalan. Pokoknya tempat banyak cowo kayaknya ya haha”. Dan hal ini lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan bagi dirinya, dan akhirnya pergi ke mall menjadi sebuah lifestyle Sharon.

Bila kita perhatikan, alasan dari Sharon mengenai banyak lelaki di mall itu bisa dibilang kurang masuk diakal, karena seperti yang kita ketahui bahwa keberadaan lelaki di Indonesia terbilang cukup banyak, baik di jalan ataupun di tempat-tempat wisata lainnya. Namun, memang kebanyakan status sosial mereka berbeda, “Kalo di mall kan anaknya tipe-tipe, cowo-cowo, apa ya, sosialita kali ya? Yang rapih, ganteng, wangi gitu kan”. Ia mengakui, perbedaan ini yang menjadi masalah baginya. Jangan salah mengira, ia memiliki alasan khusus mengapa ia mempermasalahkan mengenai perbedaan status sosial tersebut, “Gue tuh anti ‘abang-abang’ kayaknya. Karna gue kesel aja, maksudnya yang kayak, kalo… sorry to say ngomong, mungkin pendidikan mereka ga tinggi, jadinya mereka itu ngomongnya seenak jidat, gitu kan. Cuma gue paling benci kalo dibilang ‘Neng, neng, neng’ itu gue benci banget, gue yang kayak ‘nama gue bukan eneng jadi jangan panggil gue neng’”. Pengalaman buruk yang selalu teringat ketika dirinya berkeinginan pergi ke tempat-tempat wisata, membuat dirinya mengurungkan niatnya tersebut. Permasalahannya, pakaian yang ia kenakan juga sudah terbilang tertutup, namun kejadian tersebut tetap tidak bisa dihindarinya. Selain itu, ia juga menyayangkan karena kebanyakan dari mereka yang memiliki status sosial yang lebih rendah sulit untuk menjaga kebersihan,terutama kebersihan toilet umum, seperti pengalamannya di salah satu tempat wisata di bilangan Jakarta Utara, “disitukan ada WC public kan, dan itu gue harus sharing sama mereka. Jujur aja, gue agak, sedikit risih, karna kadang-kadang mereka tuh suka sembarangan. Kayak pipis tiba-tiba kemana-mana.”

Kerisihannya terhadap perilaku kalangan bawah ini bukan hanya terjadi di tempat wisata saja, namun juga di fasilitas-fasilitas umum, seperti halte busway. Hal ini sangat disayangkan, padahal bila pemerintah ingin agar transportasi umum lebih ramai dipergunakan, seharusnya meraka memerhatikan dan menjaga segi kemanan, kebersihan, dan ketertibannya agar para penumpang dapat merasa nyaman dan ingin datang dan menggunakan fasilitas tersebut kembali. Tetapi pada kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Halte busway menjadi salah satu tempat yang paling tidak disukainya. Kalau bukan karna terpaksa, sebenarnya ia tidak mau menggunakan bis Trans Jakarta tersebut. Menurut ceritanya, halte dan jembatan busway sering dijadikan tempat ‘nongkrong’ para kalangan bawah, terutama laki-laki, dan lagi-lagi menimbulkan ketidaknyamanannya karena adanya godaan-godaan nakal yang dilakukan oleh mereka, “seperti yang gue bilang tadi, gue risih sama orang-orang yang macam alay, abang-abang gitu, dan itu di Busway banyak banget. Bener-bener cuma nongkrong di halte Busway, ‘Lo ngapain nongkrong disini? Gue mau naik busway, lo ngapain nongkrong?’, yang cuma nongkrong di jembatan busway’.

Selain pengalaman buruk dan juga tempat yang paling ia tidak sukai, Sharon juga berbagi mengenai pengalamannya yang tidak pernah terlupakan olehnya. Pengalaman yang paling bisa membuatnya merasa bahagia dan bisa melupakan semua aktivitas sehari-hari yang selalu mengganggu pikirannya. Ya, nonton konser K-Pop. Sharon melupakan pecinta K-Pop, atau bisa disebut juga Fan-Girling, “karna gue ini anaknya Fan-Girling lah ya, hardcore banget, gue seneng ngelakuin yang namanya kegiatan Fan-Girl itu”. Tidak hanya sekali atau dua kali ia menonton konser artis Korea yang datang ke Indonesia. Hampir setiap konser ia datangi, dan semangatnya menggebu-gebu ketika saat itu tiba, “gue kalo misalkan konser itu niat banget”, “gue dari pagi, udah stand by sama backpack gue yang isinya tuh ada makanan, ada minuman, ada Koran, ada jaket, ada…pokoknya apapun yang harus gue bawa gitu, karna kan panas. Dan itu gue merasa seneng banget. Bener-bener kayak ‘Gila! Kapan lagi gue kayak gini?’”, ia rela berpanas-panasan, menghabiskan waktu seharian untuk ngantri masuk konser yang sebenarnya pintu konser itu sendiri aja belum dibuka, hanya karna terlalu bersemangat ketemu artis-artis Korea yang ia idam-idamkan itu, “diumur gue yang 20 tahun, yang kalo ngeliat cowo korea bening dikit yang kayak ‘Oppa! Saranghae!’. Yaa.. kayak misalkan anggep aja Sehun lewat, kayak udah, ‘apapun yang lo pake kayaknya perfect!’”. Kesenangannya terhadap artis Korea sungguh diluar bayangan. Dengan kesehariannya yang penuh, dimana mencari waktu luang saja ia harus mencuri-curi, namun hanya demi untuk menonton konser K-Pop, iya rela menghabiskan waktu seharian, meninggalkan segala kegiatan yang seharusnya ia lakukan pada hari itu, “mungkin karna Korean Wave yang ngebuat gue Fan-Girling itu satu hal yang ngebuat gue bahagia dan bisa ngebuat gue lupa sama yang namanya kampus, radio.”

Yang membuat semakin menarik adalah, bukan hanya mendengarkan lagunya dan menikmati konser K-Pop, tapi Sharon juga mempunyai kebiasaan unik yang biasanya ia lakukan untuk mengisi waktu luangnya ketika ia tidak bisa pergi keluar rumah karna satu dan lain hal, “nari-nari kali ya”, sedikit melakukan gerak-gerak bisa menyegarkan pikirannya kembali. Tapi, tariannya adalah tarian girl-band, girl-band Korea, “balik lagi ke utama ya..saya kan K-Popers ya, mba, ya. Banyak tuh ya girl band, girl band yang kayak dance nya tuh sebenernya simple, tapi lucu, dan bikin kita yang kayak, ‘gue pengen coba nih. Dan itu salah satu kesenangan yang ngebuat gue tuh…makin seger gitu. Selain dengerin lagunya sendiri, guepun ikut olahraga dong sama gayanya gitu”.

Dari contoh yang dilakukan oleh Sharon Natalia bisa memperlihatkan ke kita, bagaimana orang-orang bisa menghabiskan waktunya dan menyegarkan pikiran itu berbeda-beda. Berpikir dan bertindak out of the box juga merupakan salah satu langkah. Namun, sekali lagi, setiap orang berbeda-beda. Ketika kita sudah bisa menemukan satu hal atau satu kegiatan yang bisa menghibur kita, maka hidup kita akan lebih mudah dibanding sebelumnya.


No comments:

Post a Comment

 
© 2012. Design by Main-Blogger - Blogger Template and Blogging Stuff