NAMA : TONY WIDJAJA
UMUR : 45 TAHUN
STATUS : BERKELUARGA
DOMISILI : JAKARTA BARAT
DOMISILI : JAKARTA BARAT
PEKERJAAN : WIRAUSAHA
“kalo saya punya pilihan saya lebih suka ke open public spaces ya. Karena disana kita gausah keluar duit. Kita bisa tetep santai dengan keluarga, kita bisa nikmati kebersamaan dengan keluarga. Tapi sekarang kita ga punya pilihan ya pasti mall lagi mall lagi”
“kalo saya punya pilihan saya lebih suka ke open public spaces ya. Karena disana kita gausah keluar duit. Kita bisa tetep santai dengan keluarga, kita bisa nikmati kebersamaan dengan keluarga. Tapi sekarang kita ga punya pilihan ya pasti mall lagi mall lagi”
Setiap orang pasti menjalani aktivitas sehari-hari. Aktivitas yang dilakukan bisa berupa sebuah kewajiban, seperti bekerja dan belajar, ataupun berupa hak seperti menonton TV, berbelanja, memasak, berolah-raga, dan lain sebagainya. Keduanya perlu keseimbangan. Disaat kewajiban dilakukan, maka perlu diselingi dengan kegiatan-kegiatan yang menghibur diri pada saat waktu-waktu luang yang dimiliki. Tujuannya adalah agar seseorang tidak merasakan beban yang berlebihan pada pikirannya, tidak perduli dimana ia tinggal, apa status sosialnya, single ataupun berkeluarga. Namun, terkadang memang cara mereka menghabiskan waktu luang yang berbeda-beda.
Tony Wijaya
misalnya, ia seorang kepala keluarga yang tinggal di daerah Cengkareng, Jakarta
Barat. Ia mengaku bahwa waktu luang penting baginya, “penting dong, iyalah,
untuk refreshing sama kebersamaan sama keluarga”, menghabiskan waktu bersama
keluarga merupakan salah satu caranya untuk menghabiskan waktu luang. Namun,
bila ada waktu luang yang lebih panjang, seperti weekend, dibanding hanya berkumpul dengan keluarga di rumah, ia
lebih memilih untuk mengajak keluarganya berjalan-jalan. Tempat yang sering
dikunjunginya bersama keluarga saat weekend
adalah mall, walaupun dirinya sendiri merasa tidak ada yang dicarinya
ketika di mall, “NOTHING!” “terpaksa karena family man”.
Bila mendengar
dari ceritanya, lelaki berumur 45 tahun ini bersama istri dan anak-anaknya
hampir setiap minggu mengunjungi mall yang berbeda di kawasan Jakarta Barat,
Pusat, ataupun Selatan. Sebenarnya ia sendiri kurang memahami mengapa
mengunjungi mall yang berbeda-beda setiap minggunya, “ you better ask my wife” “dia
shopping kita ngopi”. Baginya, yang penting adalah kebersamaan bersama
keluarga, jarak jauh dan jalanan macat bukanlah penghalang baginya “kalo ga macet
bukan Jakarta namanya”. Dalam kunjungannya ke mall, ia bersama keluarga bisa
menghabiskan waktu minimal empat jam, “sampe duitnya abis” “ya minimum 4 jam”.
Sejujurnya, mall
bukanlah tempat favorit baginya untuk meluangkan waktu. Walaupun ia seorang
wirausaha di bidang saham, yang tidak keberatan mengeluarkan uangnya untuk
dapat memenuhi waktu luang bersama keluarga, seperti ke mall, namun sama halnya
seperti kebanyakan orang, ia prefer
untuk tidak terlalu banyak mengeluarkan uang bila memungkinkan. Oleh sebab itu,
iya lebih senang bila bisa menghabiskan waktu luang di open-public spaces, “kalo saya punya pilihan saya lebih suka ke open public spaces ya. Karena disana
kita gausah keluar duit. Kita bisa tetep santai dengan keluarga, kita bisa
nikmati kebersamaan dengan keluarga. Tapi sekarang kita ga punya pilihan, ya
pasti mall lagi mall lagi”. Sebagai seseorang yang pernah berdomisili di luar
negri, ia mengharapkan Indonesia, khususnya Jakarta, dimana ia tinggal, bisa
lebih mengoptimalkan open-public spaces
yang ada, misalnya seperti taman atau pantai. “Di Australi atau di Singapur
taman can be just lapangan ijo tapi
orang tetep betah aja duduk-duduk”, yang terpenting baginya taman ataupun open-public spaces lainnya tidaklah
perlu terlalu banyak isi, yang terpenting adalah kebersihan, kerapihan,
kenyamanan, juga keamanan. Yang selama ini membuatnya tidak nyaman untuk datang
ke taman adalah aksesnya yang ia rasa kurang memadahi dan masalah kebersihan
yang masih sangat kurang di perhatikan, “tempat parkir blm ada”, “setiap ada
tempat wisata pasti ada warung supermie” “sampahnya”.
Hal-hal seperti
ini sangat disayangkan, padahal orang-orang seperti Tony Wijaya ini sangat
mengharapkan open-public spaces yang
dibuat oleh pemerintah ini bisa lebih dijaga kebersihannya. Ia merasa, dengan
adanya taman, pantai, atau ruang terbuka lainnya yang tertata rapi dan
memberikan kenyamanan, dapat membuat kita, orang-orang Indonesia khususnya
Jakarta, bisa berinteraksi secara sosial
“penduduk Indonesia tidak berinteraksi secara sosial” “secara alamiah mereka
terbagi antara the have and the have not.” “sekarang kan kebanyakan yang punya
selalu ke mall, yang ga punya selalu di bantaran kali di taman-taman, tapi kalo
public area itu udah dibuka, dibikin
kenyamanannya, keindahannya, kebersihannya, kerapiannya, pasti dengan sendirinya
gep itu akan berkurang”.
Mungkin hal ini
bisa menjadi catatan bagi pemerintah untuk mengurangi kesenjangan sosial di
masyarakat Indonesia. Selama ini, perkiraan kita bahwa kalangan ‘the have’
tidak mau datang ke open-public area
karena tidak mau bergaul atau bersosialisasi ternyata tidak sepenuhnya benar,
Tony Wijaya bisa menjadi salah satu bukti nyatanya,” saya ga pernah ada permasalahan dengan gep itu”.
No comments:
Post a Comment