NAMA : SURAHMAN
UMUR : 45 TAHUN
STATUS : BERKELUARGA
DOMISILI : JAKARTA SELATAN
DOMISILI : JAKARTA SELATAN
PEKERJAAN : TEKNISI
“kalo ada dana, paling kita ke pantai, gitu”
“ya tergantung keuangan sih ya, kalo kita ada uang, siapa sih yang gamau pergi ke tempat yang lebih baik?”
“ya tergantung keuangan sih ya, kalo kita ada uang, siapa sih yang gamau pergi ke tempat yang lebih baik?”
Surahman biasa ia dipanggil, merupakan seorang teknisi di suatu apartment di bilangan Jakarta Selatan. Ia sudah menjalani pekerjaan tersebut cukup lama, gaji yang ia terima juga tidak bisa terbilang banyak untuk menghidupi dirinya, istri, dan kedua anaknya. Untuk kehidupan sehari-harinya saja, ia masih membutuhkan banyak biaya, seperti biaya makan, biaya sekolah anaknya, dan lain sebagainya. Inilah yang menjadi penyebab mengapa ia lebih sering menghabiskan waktu luangnya di rumah. Baik ketika sepulang bekerja ataupun pada hari Minggu dimana merupakan hari liburnya. Bukannya tidak mau, namun kondisi keuangannya yang tidak memberikannya banyak pilihan, ia harus memikirkan ‘hari esok’ untuk melanjutkan hidup bagi dirinya serta keluarga, “kalo untuk keluarga, kita mikir buat besoknya. Maksudnya besoknya nih, keseharian kita. Jadi kita mengukur”.
Walaupun begitu, tentu saja seperti hal-nya orang lain, ia sesekali akan
pergi keluar rumah untuk menyegarkan pikirannya, meskipun tujuan perginya bukan
seperti kalangan menengah ke atas yang lebih sering ke kafe atau mall, “Jakarta
kan banyak tempat-tempat wisata, kita kan milih yang termurah, tergantung
budget kita”, taman contohnya, bila budget minimal, ia akan berkunjung ke taman
dimana tidak membutuhkan banyak biaya untuk dikeluarkan, “kadang-kadang ke
taman, paling Monas. Monas kan lebih luas ya, dan wawasannya kita banyak
disitu, hiburan juga ada. Selain hiburan kan juga ada air mancur, trus ya…ya
kita bercerita-cerita aja ama keluarga gitu, ama istri”. Bahkan, tidak jarang
ia hanya pergi berkunjung ke rumah teman ataupun saudara. Sudah tentu,
tujuannya untuk mengajak jalan-jalan istrinya keluar rumah, namun juga sekalian
bersilaturahmi bersama teman serta saudara, “biasanya kita silaturahmi keluarga
aja, saudara, ataukah adik, ataukah paman, ataukah..ya macem-macem lah namanya
saudara, atau teman, kita silaturahmi”. Lagipula, uang yang dikeluarkan
tidaklah banyak, hanya sekedar uang bensin motor miliknya.
Bagi pria berumur 45 tahun ini, menghibur diri sendiri dan melepaskan
kepenatan tidak harus keluar rumah, berjalan-jalan, serta menghabiskan uang. Istirahat
dengan bersantai di rumah miliknya yang sederhana sudahlah cukup. Permasalahannya,
pekerjaan yang ia lakukan hampir setiap hari itu sudah terbilang menguras tenaganya
yang sudah pasti tidak sebanyak ketika ia masih muda dahulu, “kita kan bidang
kita teknik, tenaga kerja kita dipake orang juga, jadi ga setiap waktu kita mau
liburan, gitu”. Yang ia lakukan kebanyakan hanya berbincang-bincang dan
istirahat di rumah bersama istrinya. Sesekali ia juga senang untuk bermain game
sepak bola di Play Station 2 yang ia miliki, walaupun ia mengakui bahwa hal itu
sudah jarang dikarenakan kesibukan anaknya terhadap sekolah dan
teman-temannya.
Namun, setelah perbincangan lebih
lanjut, Surahman mengakui bahwa bila ia bisa memilih dan memiliki dana lebih,
ia akan pergi ke pantai setiap kali ingin melepas penat di pikirannya, “kalo
ada dana, paling kita ke pantai, gitu”. Baginya,
pantai bukan hanya memberi ketenangan dari pemandangan dan hembusan angina yang
dimiliki oleh pantai, tetapi juga ia bisa melakukan aktivitas lain di dalamnya,
“kalo ke pantai itu tujuannya : satu, mengeksplor apa yang di laut, apa yang
pengen kita tau, kondisi lautnya kayak apa, trus ya kepenatan lain, ya itu
mancing, jadi ya menghilangkan stress
kita dalam kegiatan kita sehari-hari”. Pada saat ia sempat pergi ke pantai di
bilangan Jakarta Utara, ia merasakan pengalaman yang menyenangkan, “kalo lagi
represing kita, nyari yang selain menghibur liat suasana luasnya pantai, itu
kan ada hiburan, jadi kita liat live music, kayak band, atau ga dangdut”, “kita
menikmati music itu, ama penyanyi, ama penonton kan terhibur”. Mungkin bagi
kebanyakan dari kita, itu adalah hal yang biasa, namun bagi Surahman yang jarang
pergi dan mendapatkan hiburan semacam itu, hal tersebut memberikan kesan
tersendiri yang akhirnya membuat dirinya ‘ketagihan’ datang ke pantai untuk refreshing.
Ternyata, baik di kalangan
status sosial manapun, semua sangat menyayangkan kuragnya kebersihan pada
tempat-tempat hiburan di Indonesia, terutama di Jakarta. Dengan tidak tertibnya
keadaan di tempat wisata itu sendiri, bisa membuat orang-orang untuk malas
datang berkunjung ke tempat tersebut. Begitupun pendapat Surahman, ia merasa
selama ini para pedagang yang berjualan kurang di fasilitasi tempat-tempat
berjualan yang tertata rapi dari pihak tempat wisata seperti taman. Di tambah
lagi, para pedagang tersebut juga sulit menjaga kebersihan yang pada akhirnya
malah merusak pemandangan indah yang seharusnya dimiliki di sana, “ga senengnya
kadang-kadang itu, pedagangnya itu kadang-kadang teledor sama kebersihannya
doang”, dan hal tersebut membuat pengunjung, termasuk dirinya, kapok untuk
datang lagi kesana, “kondisinya gimana ya, jadinya ga teratur gitu, kita
gasuka. Kadang ga pengen kesitu lagi gituloh. Jorok!”
Selain masalah kebersihan,sebenarnya
ia mendambakan bukan hanya sekedar taman yang ‘murah-meriah’ yang terus-terusan
dibuka oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk menghibur para orang yang
kurang mampu, namun juga adanya pantai umum yang untuk masuk dan menikmati nya
tidak perlu mengeluarkan biaya yang terlalu mahal, “pengen sih kayak
pantai-pantai di Utara itu kan banyak. Dibuat sesuatu yang ga memberatkan
masyarakat keuangannya aja dah. Seperti misalnya Ancol gitu”, “jadi kita fresh
gitu,’oh kita kesini…bukannya tanpa bayaran, tapi murah bayaran’. Sehingga
menghibur, jadi kita puas gitu, meskipun jauh-jauh.”